Konon di Jepang hiduplah seorang petani tua yang setiap hari harus menelusuri jalan setapak berkilometer ke ladangnya sambil memikul dua ember kaleng yang penuh berisi air. Karena termakan usia, lambat-laun ember itu pun aus hingga berlobang-lobang pada salah satu sisinya. Akibatnya jumlah air yang terangkut setiap hari selalu berkurang menjadi dua pertiga. Meski demikian, petani itu tidak pernah bermaksud mengganti ember kesayangannya itu.
Di sepanjang jalan setapak itu, bunga-bunga tapal kuda senantiasa tumbuh subur bermekaran. Tapi ketika musim kemarau tiba, sedikit demi sedikit bunga-bunga itu pun layu dan mati. Hanya bunga yang persis dilalui si ember bocor tetap tumbuh dengan indah, membuat si petani tetap bertekun di bawah cuaca yang kurang bersahabat.
Tapi hal itu tidak disadari oleh si ember. Ia hanya berpikir tentang dirinya yang sudah usang, tidak berguna, dan hanya bikin susah. Mulailah si ember bocor mengeluh, tidak lagi penuh minat mengerjakan tugasnya.
Petani yang menyadari sikap ember itu mulanya hanya diam saja hingga pada suatu hari tidak tahan lagi mendengar keluh kesah embernya.
"Hai emberku, mengapa kamu mengeluh terus karena bocor?"
"Ya Tuan,"jawab ember dengan lunglai. "Aku frustasi karena tidak bisa melaksanakan tugasku dengan baik."
"Apa benar begitu?" tanya petani lagi. "Siapa yang setiap hari selalu menemaniku membawa air?"
"Saya Tuan," ember bocor itu menjawab, masih dengan tanpa semangat, "tapi saya tak sanggup lagi membawa cukup air, kan Tuan?"
"Betul,"kata petani. "Terus, memang kenapa kalau bocor?" petani balik bertanya.
"Ya, saya merasa tidak berguna, cuma merepotkan tuan saja," ungkap si ember.
"Melihat ember yang begitu kehilangan jiwa, si petani mulai memperlambat bicaranya. Dengan penuh kesabaran ia berkata, "Coba layangkan matamu ke sekeliling dan ceritakan apa yang engkau lihat?"
"Tidak ada yang istimewa Tuan, hanyalah bunga tapal kuda yang setiap hari kulihat."
"Benar sekali," kata sang petani. "Sekarang coba kamu melayangkan pandanganmu lebih jauh lagi. Apakah kamu juga menemukan hal yang sama?"
"Kegersangan Tuan. Hanya tanah gersang yang kulihat. Bunga-bunga mengering, debu-debu beterbangan, tidak ada kehidupan sama sekali."
"Tepat sekali wahai emberku,"kata petani. "Apakah kamu tidak merasa aneh dengan semuanya itu? Kegersangan ada di mana-mana, namun di dekat kita justru tumbuh dengan subur bunga tapal kuda yang indah. Kamu tahu kenapa bisa begitu?"
"Tidak Tuan. Bisakah Tuan jelaskan kepadaku?"
"Ember... ember. Itu semua berkat kamu. Selama ini tidak pernah kamu sadari, bahwa kamu adalah sumber kehidupan bagi bunga tapal kuda di sekeliling kita. Memang kamu bocor, tapi justru dari sanalah mereka mendapatkan air sehingga mereka bisa bertahan hidup. Jadi janganlah pernah menganggap dirimu gagal, tetapi berbanggalah untuk itu."
Semenjak itu si ember menemukan kembali kegembiraan dan kebahagiaan dalam melaksanakan tugasnya.
* * * * *
Kisah di atas berbicara bahwa di dunia ini tidak ada satu pun manusia yang sempurna. Setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun harus disadari, justru dengan kekurangan dan ketidakmampuan tersebut seringkali berfungsi sebagai rahmat bagi orang lain. Dengan kata lain, setiap orang memiliki panggilan khusus untuk saling melengkapi.
Ada orang yang begitu berambisi harus serba sempurna. Hal itu bukan saja mustahil secara manusiawi, tetapi inilah keadilan hidup: bahwa kekurangan kita akan ditutupi oleh kelebihan orang lain dan sebaliknya juga. Karenanya, terimalah semuanya itu tanpa harus merasa sedih dan malang.
Coba bayangkan seandainya semua orang sudah sempurna. Kita tidak memerlukan orang lain lagi. Kalau semua orang sudah pintar, maka tidak perlu lagi seorang guru. Demikan juga kalau setiap orang sudah cantik, maka salon-salon kecantikan akan tutup. Begitu juga seandainya setiap orang bisa bernyanyi seindah malaikat, maka tidak dibutuhkan lagi artis dan biduan.
Bagaimana dengan diri anda? Sudahkah menemukan potensi dan kelebihan yang anda miliki? Seandainya anda menemukan kekurangan atau kelemahan, terimalah itu dengan hati yang bersyukur, sebab dengan demikian anda akan dilengkapi oleh orang lain serta memberi kesempatan bersama-sama untuk bertumbuh.
Itulah esensi panggilan: bahwa setiap orang terpanggil untuk saling melengkapi, saling mendukung, dan saling bertumbuh menuju kehidupam yang lebih baik.
Tafsir lain kisah si ember bocor mohon diambil sendiri.
Mau baca banyak artikel click..........